“You are what you eat” adalah pepatah terkenal yang semakin didukung oleh bukti yang menghubungkan diet sehat dengan kesehatan fisik dan mental yang optimal. Hampir semua orang tahu bahwa konsumsi buah baik untuk kesehatan. Namun seberapa banyak orang yang telah mempraktikkan konsumsi buah yang sehat? Dengan alasan bau tidak enak dan rasa tidak manis banyak yang menghindari konsumsi buah segar, dan beralih pada konsumsi buah olahan.

Konsumsi buah memiliki efek protektif terhadap penyakit kronis seperti penyakit kardiovaskular, hipertensi, diabetes tipe 2, kanker, asma, katarak, depresi, patah tulang bahkan penyakit mental dan gangguan kognitif. Istilah buah yang dimaksud adalah buah segar dan produk buah yang dihasilkan dari berbagai tingkat pemrosesan, seperti buah-buahan kering, buah-buahan kalengan, dan jus buah dengan atau tanpa tambahan gula.

Jenis pengolahan bahan pangan pada awalnya jarang dipertimbangkan dalam studi epidemiologi. Namun ternyata perhatian terhadap jenis pengolahan bahan pangan mulai ditekankan dengan penggunaan klasifikasi NOVA secara internasional. Sistem NOVA mengklasifikasikan makanan ke dalam 4 kelompok: unprocessed or minimally processed foods, culinary ingredients, processed foods, dan ultraprocessed foods. Semakin banyak makanan yang difraksinasi dan ultraproses, semakin berkurang manfaat terhadap kesehatan terutama karena hilangnya efek matriks, nutrisi yang lebih rendah, potensi rasa kenyang yang lebih rendah, dan indeks glikemik yang lebih tinggi.

Bagaimana efek buah olahan terhadap potensi dampak kesehatan? Untuk kassus obesitas, konsumsi buah segar dipercaya dapat menurunkan risiko obesitas yang signifikan. Dan beberapa negara di dunia seperti Amerika Serikat dan Perancis mengeluarkan rekomendasi konsumsi buah segar untuk menurukan risiko obesitas pada anak usia sekolah. Bahkan mereka mempromosikan penghapusan jus buah aagar anak-anak lebih mengonsumsi buah utuh (segar). Sedangkan pada orang dewasa, konsumsi buah segar utuh dipercaya dapat menurunkan risiko diabetes tipe 2.

Lalu bagaimana dengan penyakit kardiovaskuler dan kanker? Konsumsi buah segar selama masa remaja dapat memiliki efek perlindungan terhadap risiko kanker payudara. Namun tidak semua studi menunjukkan hasil yang serupa. Pada beberapa studi konsumsi buah segar ternyata tidak berhubungan dengan risiko terjadinya storke, kanker kolorektal, kanker laring/faring/mulut, kanker pankreas, dan kanker prostat. Demikian pula pada kejadian patah tulang. Konsumsi buah segar yang lebih tinggi ternyata tidak berhubungan dengan risiko patah tulang yang lebih rendah.

Secara keseluruhan, buah segar tampaknya lebih protektif terhadap penyakit kronis daripada jus buah. Buah yang mengalami proses pengolahan misalnya menjadi jus akan mengalami penghancuran matriks makanan dan kehilangan serat yang penting. Seseorang yang mengonsumsi buah utuh akan lebih merasakan kenyang daripada mengonsumsi makanan cair dan hal ini baik baik upaya penurunan berat badan. Selain itu konsumsi buah utuh juga memungkinkan pelepasan gula yang lebih progresif ke dalam aliran darah (respon glikemik lebih rendah).

Sementara itu, ketika seseorang mengonsumsi jus buah maka tingkat mengunyah dan tingkat kenyang lebih rendah dan respons glikemik lebih tinggi serta menghasilkan peningkatan produksi insulin. Mekanisme tersebut kemudian dapat menyebabkan konsumsi lebih banyak kalori. Dan akibatnya, tidak mengherankan bahwa asupan jus buah yang lebih tinggi dapat dikaitkan dengan peningkatan risiko kenaikan berat badan, obesitas, dan diabetes. Jadi mengapa tidak kita coba mengonsumsi buah segar lebih banyak dan lebih sering meskipun jus buah terlihat lebih menarik.