Di balik semangat dan dinamika kehidupan remaja, terdapat ancaman kesehatan yang kian meningkat, salah satunya adalah sindrom metabolik. Sindrom metabolic adalah sekumpulan gejala yang meliputi adanya obesitas sentral (peningkatan lingkar pinggang), hiperglikemia (peningkatan glukosa dalam darah), hipertensi (peningkatan tekanan darah), serta dislipidemia (peningkatan kolesterol dan trigliserida disertai penurunan lemak baik/high density lipoprotein). Saat ini, kondisi sindrom metabolik tak hanya menyerang orang dewasa, tetapi juga mulai marak terjadi pada kelompok usia muda, termasuk remaja, akibat pola hidup yang kurang sehat. Gaya hidup sedentari, konsumsi makanan cepat saji, dan minuman manis menjadi kebiasaan yang nyaris tak terpisahkan dari keseharian remaja. Untuk mengatasi isu ini, tim dosen dan mahasiswa Program Studi Gizi Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (UNUSA) menginisiasi program integrasi pengabdian kepada masyarakat dan kuliah kerja nyata berkolaborasi dengan SMA Dr. Soetomo Surabaya yang bertajuk “CERDAS” (Cegah Risiko Sindrom Metabolik dengan Aksi Sehat).

Program integrasi ini telah dilakukan pada Mei-Juli 2025 yang meliputi kegiatan skrining untuk mendeteksi risiko sindrom metabolik sejak dini. Skrining dilakukan dengan mengukur indeks massa tubuh (IMT), lingkar pinggang, dan tekanan darah pada 70 siswa SMA Dr. Soetomo Surabaya. Hasil skrining ini menunjukkan sebesar 27,1% siswa tergolong gizi lebih dan obesitas, 8,6% berisiko obesitas sentral, dan 57,1% tergolong memiliki tekanan darah tinggi. Temuan ini menjadi landasan penting untuk melanjutkan ke tahap intervensi edukasi yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan awareness siswa terhadap sindrom metabolik. Pemberian edukasi gizi dikemas secara interaktif dan menyenangkan dengan menggunakan pendekatan teori Social Cognitive Theory (SCT), yang dikenal efektif dalam membentuk perilaku melalui tiga aspek, yaitu peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan pengaruh lingkungan. “Teori SCT ini merupakan teori perilaku yang menjelaskan bahwa perilaku dapat muncul bila terdapat pengetahuan dan keterampilan individu untuk melakukan suatu tindakan/perilaku serta terdapat dukungan dari lingkungan untuk melakukan perilaku tersebut” ujar Farah Nuriannisa, S.Gz., M.P.H. selaku ketua kegiatan. Farah juga menjelaskan bahwa teori SCT merupakan teori perilaku yang sering digunakan dalam studi intervensi perubahan perilaku. Dalam kegiatan ini, pemberian materi difokuskan pada sindrom metabolik (konsep, tanda, dan faktor risiko) serta salah satu cara pencegahannya yaitu mindful eating. Mindful eating merupakan suatu pendekatan yang berfokus pada kesadaran individu ketika makan, seperti sadar untuk memilih makanan yang sesuai dengan kebutuhan (bukan sekedar makan makanan yang diinginkan) serta makan ketika dalam kondisi lapar (bukan lapar mata).

Edukasi disampaikan dalam bentuk ceramah interaktif, diskusi, serta permainan edukatif bertema “Food Traps and Smart Choice”. Tidak kalah penting, pendekatan edukasi ini dilakukan dengan contoh penerapan kegiatan sehari-hari agar siswa lebih mudah memahami materi dan saling mengingatkan dalam menjalani pola makan sehat. Salah satu anggota tim, Hapuk Safira Ibrahim menjelaskan bahwa pendekatan permainan edukatif dilakukan agar siswa dapat lebih memahami materi yang diberikan. “Dari games interaktif ini, kami sebagai anggota tim juga dapat menilai pemahaman siswa, dimana siswa akhirnya telah memahami mana makanan yang sehat dan mana makanan yang tidak sehat. Selain itu, kami juga memberikan materi mengenai praktik membaca nutrition fact atau informasi nilai gizi pada kemasan makanan atau minuman, sehingga diharapkan siswa dapat memilih produk kemasan yang lebih sehat” tambah Hapuk.

Hasil edukasi dievaluasi dengan menggunakan pre-post test, dimana hasil evaluasi menunjukkan terjadinya peningkatan pengetahuan mengenai sindrom metabolik dan gizi seimbang pada remaja. Hal tersebut juga menunjukkan bahwa edukasi gizi yang dilakukan dengan menggunakan metode dan media yang menyenangkan serta interaktif terbilang efektif dan berdampak positif pada peningkatan pemahaman siswa atau remaja. Peningkatan pengetahuan tersebut diharapkan dapat meningkatkan awareness dan sikap remaja terhadap sindrom metabolik, sehingga remaja dapat lebih mengatur pola makannya menjadi lebih sehat.