Kelompok usia yang berisiko tinggi mengalami penyakit degeneratif atau metabolik adalah kelompok dewasa (19-59 tahun). Pada usia dewasa, fungsi fisiologis tubuh akan menurun, termasuk penurunan kemampuan mobilisasi. Selain itu, pada usia dewasa terjadi penurunan massa otot sebanyak 10% yang dimulai sejak usia 25 tahun. Dampak dari berbagai penurunan metabolisme tersebut adalah peningkatan risiko obesitas. Oleh karena itu, tujuan pemenuhan asupan pada orang dewasa berfokus pada menjaga kesehatan dan kebugaran fisik serta mencegah terjadinya penambahan berat badan. Penambahan berat badan atau risiko obesitas dapat menyebabkan peningkatan risiko terhadap berbagai penyakit metabolik atau degeneratif seperti hipertensi, diabetes mellitus, asam urat, dislipidemia, stroke, dan penyakit jantung. Salah satu cara untuk mencegah masalah gizi dan kesehatan pada usia dewasa adalah dengan melakukan edukasi gizi, sehingga pengetahuan dan sikap terhadap gizi pada dewasa dapat meningkat. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan sebelumnya dengan pengurus RT 01 RW 02 Kelurahan Dukuh Menanggal Surabaya, masih belum ada edukasi terkait gizi yang dilaksanakan di wilayah tersebut. Oleh karena itu, beberapa staf pengajar dan mahasiswa dari Program Studi S1 Gizi Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya mengadakan kegiatan edukasi gizi pada warga RT 01 RW 02 Kelurahan Dukuh Menanggal Surabaya.

Kegiatan edukasi gizi dilakukan pada hari Minggu, 14 Agustus 2022 di salah satu rumah warga RT 01 RW 02 Kelurahan Dukuh Menanggal Surabaya. Kegiatan tersebut melibatkan wanita usia dewasa hingga lansia yang berdomisili di wilayah tersebut. Menurut ketua tim pengabdian masyarakat tersebut, Farah Nuriannisa, S.Gz., M.P.H., kegiatan edukasi memang difokuskan pada wanita usia dewasa, mengingat pengolah atau penyedia makanan di rumah umumnya wanita. Dengan melibatkan wanita dalam kegiatan edukasi ini, diharapkan gizi keluarga dapat terpenuhi dengan baik. Pemberian materi edukasi dilakukan dengan pendekatan Health Belief Model, dengan tujuan mengubah persepsi individu terhadap risiko yang dimiliki bila tidak mengubah pola makan menjadi lebih baik. “Pendekatan Health Belief Model sendiri mengutamakan persepsi dari seorang individu mengenai risiko penyakit bila tidak mengubah pola makan, manfaat mengubah pola makan, serta hambatan dan solusi yang diberikan untuk mengubah pola makan” ujar Farah. Menurut Farah, awalnya peserta tidak mengetahui risiko kesehatan yang dapat terjadi apabila tidak menerapkan pola Gizi Seimbang. “Dengan adanya edukasi ini, peserta menjadi lebih memahami risiko kesehatan bila tidak mengubah pola makannya menjadi lebih sehat. Adanya pemahaman atau persepsi tersebut diharapkan dapat memotivasi peserta untuk mengubah pola makannya menjadi lebih sehat, dengan cara mengurangi makanan yang digoreng dan meningkatkan konsumsi buah dan sayur” jelas Farah. Selain edukasi gizi, pada akhir kegiatan, peserta juga diukur dan dihitung status gizinya. Harapan tim pengabdian masyarakat ini, kegiatan pengukuran status gizi yang dilakukan dapat memberikan informasi obyektif mengenai status gizi, sehingga pola makan yang diterapkan peserta lebih baik dan mengikuti anjuran dalam Pedoman Gizi Seimbang.