Luasnya sebaran Covid-19 sangat memengaruhi derajat kesehatan masyarakat di semua wilayah penjuru dunia, jutaan nyawa melayang dan mengakibatkan sistem kesehatan mengalami tekanan yang sangat besar. Krisis Covid-19 ini betul-betul menunjukkan betapa rapuhnya ketahanan kesehatan global di semua negara, menyebabkan ketimpangan kapasitas kesehatan di banyak negara, seperti kemampuan mendeteksi maupun memantau patogen penyebab penyakit yang baru. Pandemi Covid-19 menunjukkan bahwa ada kebutuhan yang sangat mendesak untuk membangun kembali dan memperbaiki sistem kesehatan global yang tidak sesuai. Secara khusus, pandemi ini menunjukkan kekosongan retorika kesetaraan kesehatan global, banyaknya kelemahan agenda kesehatan global yang didorong oleh keamanan kesehatan dan dampak negatif kesehatan dari adanya perbedaan kekuasaan baik secara global, regional maupun lokal.

Pertemuan G20 tahun 2022 yang telah berlangsung beberapa waktu yang lalu, pada bidang kesehatan telah mengangkat fokus utama untuk penguatan kembali Arsitektur Kesehatan Global (global health architecture). Pada situasi pandemi Covid-19, arsitektur kesehatan global yang ada ternyata tidak cukup untuk memfasilitasi koordinasi, ketahanan, kapasitas, bahkan pembiayaan untuk merespons pandemi.

Sampai saat ini, banyak literatur secara khusus mereferensikan ketahanan sistem kesehatan yang menitikberatkan pada atribut tingkat tinggi, daripada fokus untuk identifikasi kapasitas spesifik yang diperlukan oleh sistem kesehatan agar dapat bertahan terhadap serangan wabah penyakit menular maupun bahaya alam. Oleh sebab itu, menurut Kruk, et al, perlunya sistem kesehatan tangguh yang mencakup sistem untuk dapat mengatur dirinya sendiri, dengan kemampuan mengidentifikasi dengan cepat, tepat dan mengisolasi ancaman, serta menyiapkan sumber daya.

Beberapa hal yang dapat digunakan sebagai indikator dalam penguatan sistem kesehatan terutama di masa pandemi, seperti yang disampaikan Dirjen P2P Kemenkes, yaitu kemampuan layanan kesehatan dasar; hambatan akses pelayanan kesehatan; mempertahankan infrastruktur kritis dan transportasi; akses tepat waktu dan fleksibel ke pembiayaan darurat/krisis; kepemimpinan dan struktur komando; kolaborasi, koordinasi, dan kemitraan; komunikasi; rencana fleksibel dan struktur manajemen; hukum; kapasitas; perubahan standar pelayanan; tenaga kesehatan; persediaan dan peralatan medis; pencegahan dan pengendalian infeksi; komitmen untuk peningkatan kualitas; dan rencana untuk pemulihan pasca-peristiwa.

Krisis Covid-19 ini memaksa kita untuk membangun kembali sistem kesehatan global yang tidak sesuai, sehingga mendorong perlunya melakukan pemetaan kembali sebagai jalan membangun visi arsitektur kesehatan global di masa depan. Menurut Schäferhoff et al, landasan yang mungkin diperlukan dapat meliputi:

1. Mereformasi WHO dan/atau keseluruhan sistem PBB untuk kesehatan dalam menciptakan Multi-sektoral dan respons yang berfokus pada pembangunan kesehatan global.

2. Konsolidasi saluran pendanaan.

3. Mekanisme yang diperkuat untuk R&D dan akses negara yang lebih baik ke teknologi baru.

4. Sistem yang lebih kuat untuk merespons ancaman global, dan

5. Peningkatan akuntabilitas.

WHO, dari penyandang dana hingga institusi akademik, harus bergerak mengatur struktur pemerintahan dengan adanya perwakilan dari mereka yang lebih dekat dengan marginalisasi, sejarah penjajahan, dan penderitaan sosial. Kurangnya fokus pada penguatan sistem kesehatan global adalah akibat dari siapa yang membuat keputusan dan mengembangkan prioritas. Pemimpin dari negara berpenghasilan rendah dan menengah harus membentuk lebih dari 51% struktur tata kelola lembaga multilateral. Dan semua organisasi ini harus memprioritaskan perspektif dan mengadvokasi komunitas yang paling terdampak oleh penyakit dan sakit.

Selanjutnya, sistem pendanaan dalam kesehatan global harus menghormati pengambilan keputusan lokal. Dana yang dialokasikan untuk WHO serta agenda yang didorong oleh penyandang dana, mendasari sebagian masalah dalam sistem kesehatan yang masih lemah. Transfer dana langsung ke pemerintah untuk mendorong agenda dan perhatian sasaran lokal, harus menjadi bagian pendanaan yang lebih besar. Hal ini harus mengarah pada peningkatan kapasitas dan penguatan sistem kesehatan, yang sering kali tidak menjadi agenda utama yang didorong oleh para penyandang dana.

Selain itu, negara-negara, yang secara sistematis mendapatkan manfaat dari ketidakadilan sistem kesehatan ini, harus memperbaiki kondisi yang tidak adil dan berbahaya ini. Misalnya, pemerintah dari negara-negara yang diuntungkan dari kolonialisme selama berabad-abad, harus mendanai perbaikan sistem kesehatan di masyarakat dan di negara-negara yang secara kronis mengalami kekurangan dana dan kurang terlayani.

Dengan demikian, pandemi Covid-19 yang bersejarah ini menawarkan peluang untuk perubahan penting dalam agenda kesehatan global. Untuk kesehatan kita dan kesehatan dunia, kita harus mengantarkan paradigma baru kesehatan global yang dipandu oleh kolaborasi nyata, solidaritas, dan kesetaraan.