Kejadian bencana merupakan bentuk ancaman yang frekuensinya meningkat saat ini, bencana alam, bencana non alam, dan becana soisal yang terjadi di berbagai wilayah yang ada Indonesia merupakan tantangan dan risiko yang harus di hadapi serta perlu diwaspadai oleh seluruh elemen masyarakat. Kebakaran sebagai salah satu bencana yang harus diwaspadai tercatat kebakaran menyumbang 15 % dari total bencana di Indonesia. Angka kejadian bencana kebakaran yang terjadi di Jawa Timur pada tahun 2017 berjumlah 585 kasus dan pada tahun 2018 meningkat menjadi 618 kasus (Dastiks Provinsi Jawa Timur, 2019).

Kebakaran merupakan bencana yang paling sering dihadapi dan bisa digolongkan sebagai bencana alam ataupun bencana yang disebabkan oleh perbuatan manusia. Bahaya kebakaran dapat terjadi setiap saat dan sewaktu – waktu, yang banyak mengakibatkan kerugian berupa materi, lingkungan, finansial, peralatan dan manusia itu sendiri. Pondok pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan yang mempunyai risiko bahaya, karena di dalam kegiatannya selalu menggunakan alat dan bahan untuk menunjang proses belajar mengajar dan sumber energi yang mampu menimbulkan bahaya. Sumber energi seperti listrik, gas elpiji dan bahan-bahan kimia jika tidak ditata dengan baik dapat menimbulkan risiko kebakaran.

Beberapa kejadian kebakaran yang pernah terjadi di lingkungan pondok pesantren, yakni pada tahun 2017 pernah terjadi kebakaran di Pondok Pesantren Darul Qur’an Ittifaqiyah Malaysia yang menewaskan 24 orang santri dan pengurus pondok pesantren, adapun penyebab kebakaran adalah hubungan arus pendek listrik, sedangkan jumlah kejadian kebakaran yang pernah terjadi di lingkungan pondok pesantren di Indonesia dalam kurun waktu tahun 2019-2020 kurang lebih berjumlah lebih dari 20 kasus. Terbaru kasus kebakaran yang terjadi di pondok pesantren Serambi Mekkah di Aceh Barat pada 8 Maret 2021 menyebabkan 10 unit barak santri hangus terbakar (Kumparan.com). Kasus kebakaran tersebut terjadi disebabkan adanya hubungan pendek arus listrik dan semuanya terjadi di malam hari, sehingga tidak hanya menimbulkan kerugian secara material tetapi immaterial seperti trauma pada santri.

Untuk menekan kerugian yang ditimbulkan, dibutuhkan upaya mintigasi bencana kebakaran yang baik. Mitigasi adalah serangkaian upaya mengurangi resiko dan dampak yang diakibatkan oleh bencana, baik melalui pembangunan fisik (mitigasi structural) maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana (mitigasi non struktural) (Alzahra, et al., 2016). Pentingnya pengetahuan tentang kebakaran pada anak-anak adalah salah satu bentuk mitigasi non structural. Hal ini bisa dilakukan dengan metode kesiapan belajar mandiri atau Self Directed Learning Readiness (SDLR). SLDR merupakan suatu kesiapan individu meliputi sikap, kemampuan, dan karakter personal yang diperlukan dalam pembelajaran mandiri.

Kegiatan pengabdian masyarakat yang pernah dilakukan di Pondok Pesantren Jabal Noer-Sidoarjo terkait Self Directed Learning Readiness dalam upaya penanggulangan kebakaran menunjukkan terjadi perubahan pengetahuan dan kemampuan pada siswa dalam upaya pemadaman api menggunakan alat pemadam api ringan (APAR) maupun menggunakan cara tradisional menggunakan karung goni. Kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini juga mengajarkan tentang tata cara evakuasi saat kondisi darurat (apabila terjadi bencana), kemana para siswa harus berkumpul dan siapa yang harus dihubungi pertama kali ketika terjadi bencana. Perubahan sikap tidak serta merta bisa terlihat dengan satu kali melakukan simulasi, tetapi butuh upaya berkelanjutan untuk melakukan hal tersebut sehingga para santri bisa terampil. Perlu komitmen dari pengurus pondok pesantren untuk melakukan kegiatan simulasi tanggap darurat yang rutin, sehingga apabila terjadi bencana maka risiko dapat diminimalkan.